Thursday, November 10, 2005

BISA MATI KAPAN SAJA

Seorang pria mendatangi Sang Guru, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah
jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apa pun
yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati saja.

"Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit." "Tidak Guru, saya tidak sakit.
Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin
mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, Sang Guru meneruskan, "Kamu
sakit. Dan penyakitmu itu dinamakan Alergi Hidup."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian,
tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma
kehidupan. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita
menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut
mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit.
Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan
membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya.
Dalam hal berumah tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu lumrah.
Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang langgeng, yang
abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin
mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa, dan
menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia
mengikuti petunjukku," kata Sang Guru. "Tidak Guru, tidak! Saya sudah
betul-betul bosan. Saya tidak ingin hidup," pria itu menolak tawaran
sang guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" "Ya,
memang saya sudah bosan hidup." "Baiklah, kalau begitu maumu. Ambillah
botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi
besok petang. Besok malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran pria itu jadi bingung. Setiap guru yang ia datangi selama ini
selalu berupaya untuk memberikannya semangat hidup. Yang satu ini aneh.
Ia malah menawarkan racun. Tetapi karena ia memang sudah betul-betul
jemu, ia menerimanya dengan senang hati. Sesampai di rumah, ia langsung
menenggak setengah botol "obat" dari Sang Guru. Dan... ia merasakan
ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya... Begitu santai!
Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari
segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam
bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia
lakukan selama beberapa tahun terakhir.

Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.
Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum
tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu."
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar.
Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya dan ia tergerak untuk melakukan
jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam kemudian, ia melihat istrinya
masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2
cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi
itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang
istri pun merasa aneh sekali. Selama ini, mungkin aku salah, "Maafkan
aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini boss
kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka
menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin
meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya
berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap
perbedaan pendapat. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai
menikmatinya. Pulang ke rumah petang itu, ia menemukan istri tercinta
menungguinya di beranda. Kali ini justru sang istri yang memberikan
ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini
aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin
ketinggalan, "Pa, maafkan kami semua. Selama ini Papa selalu stress
karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Seketika hidup menjadi
sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi
bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum? Ia mendatangi Sang
Guru lagi. Melihat wajah pria itu, Sang Guru langsung mengetahui apa
yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok. Kau
sudah sembuh! Jika kau hidup dalam kekinian, jika kau hidup dengan
kesadaran bahwa engkau bisa mati kapan saja, kau akan menikmati setiap
detik kehidupan. Hilangkan egomu, keangkuhanmu. Jadilah lembut,
selembut air, dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan
bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah jalan
menuju ketenangan. Itulah kunci kebahagiaan."

Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu pulang untuk mengulangi
pengalaman sehari terakhirnya. Ia terus mengalir. Kini ia selalu hidup
dengan kesadaran bahwa ia bisa mati kapan saja. Itulah sebabnya, ia
selalu tenang, selalu bahagia!

Tunggu. Kita semua SUDAH TAHU bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA. Tapi
masalahnya: apakah kita SELALU SADAR bahwa kita BISA MATI KAPAN SAJA?
Nah!

Be happy!

1 comment:

Anonymous said...

thank you for the thought
^_^

you have saved my day